Sunday, January 29, 2012

Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri dalam Kepelabuhanan



PERATURAN
1.     PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN [PP 61/2009]
2.     PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 51 TAHUN 2011 TENTANG TERMINAL KHUSUS DAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI. [PERMENHUB 51/2011]

TABEL

Terminal Khusus

Terminal Untuk Kepentingan Sendiri

1.  Untuk menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau dapat
dibangun terminal khusus untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha pokoknya.
Terminal khusus:
a.   ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;
b.  wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan
c.   ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.
(pasal 110 PP 61/2009 dan pasal 2 PERMENHUB 51/2009)

Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2) huruf b, digunakan untuk:
a.   lapangan penumpukan;
b.  tempat kegiatan bongkar muat;
c.   alur-pelayaran dan perlintasan kapal;
d.  olah gerak kapal;
e.   keperluan darurat; dan
f.   tempat labuh kapal
(pasal 2 ayat 3 PERMENHUB 51/2011)

2.  Terminal khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan
apabila:
a.  pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan
pokok instansi pemerintah atau badan usaha; dan
b.  berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis
operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih
menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
(pasal 111 PP 61/2009)

Terminal Khusus dapat juga digunakan untuk menunjang usaha anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis dan pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk keperluan badan usaha yang bersangkutan.
Kegiatan usaha pokok antara lain:
a.   pertambangan;
b.  energi;
c.   kehutanan;
d.  pertanian;
e.   perikanan;
f.   industri;
g.  pariwisata; dan
h.   dok dan galangan kapal.
Selain kegiatan usaha pokok, terminal khusus dapat dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan serta sosial. (pasal 3 ayat 2-4 PERMENHUB 51/2011)

3.   Lokasi terminal khusus yang akan di bangun ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.  (pasal 112 PP 61/2009)

Lokasi pembangunan terminal khusus ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati / walikota mengenai kesesuaian rencana lokasi terminal khusus dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten / kota.
Penetapan lokasi terminal khusus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sebagai berikut:
a.   kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
b.  berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional yang lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal khusus;
c.   keselamatan dan keamanan pelayaran;
d.  pelabuhan yang ada tidak dapat melayani jasa pelabuhan untuk kegiatan tertentu karena keterbatasan kemampuan fasilitas yang tersedia; dan
e.   pertahanan dan keamanan negara.
(pasal 5 PERMENHEB 51/2011)

Untuk memperoleh penetapan lokasi terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan menggunakan format menurut contoh 1 pada Lampiran Peraturan ini, disertai dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a.   salinan surat izin usaha pokok dan instansi terkait;
b.  letak lokasi yang diusulkan dilengkapi dengan koordinat geografis yang digambarkan dalam peta laut;
c.   studi kelayakan yang paling sedikit memuat:
(1) rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi;
(2) rencana frekuensi kunjungan kapal;
(3) aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya terminal khusus dan aspek lingkungan; dan
(4) hasil survei yang meliputi hidrooceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus), topografi, titik nol (benchmark) lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis;
d.  rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan setempat berkoordinasi dengan Kantor Distrik Navigasi setempat mengenai aspek keamanan dan keselamatan pelayaran yang meliputi kondisi perairan berdasarkan hasil survei sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 4 setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat; dan
e.   rekomendasi gubernur dan bupati/walikota setempat mengenai kesesuaian rencana lokasi terminal khusus dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.
Direktur Jenderal melakukan penilaian dan menyampaikan hasil penilaian terhadap pemenuhan persyaratan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Penetapan lokasi atau penolakan diberikan oleh Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
Penolakan permohonan diberikan oleh Menteri secara tertulis disertai alasan penolakan.
(pasal 6 ayat 1-4 PERMENHUB 51/2011)

Pemegang keputusan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal keputusan penetapan lokasi ditetapkan oleh Menteri, wajib memulai pekerjaan persiapan dan mengajukan permohonan izin pembangunan terminal khusus.
(pasal 7 PERMENHUB 51/2011)

4.   Pengelolaan terminal khusus dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau badan usaha sebagai pengelola terminal khusus. (pasal 113 PP 61/2009)

5.   Terminal khusus wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu yang digunakan untuk :
a.   lapangan penumpukan;
b.  tempat kegiatan bongkar muat;
c.   alur-pelayaran dan perlintasan kapal;
d.  olah gerak kapal;
e.   keperluan darurat; dan
f.   tempat labuh kapal.
(pasal 115 PP 61/2009)

1.     Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan sendiri.
Kegiatan tertentu tersebut meliputi kegiatan di bidang:
a.     pertambangan;
b.    perindustrian;
c.     pertanian;
d.    perikanan;
e.     kehutanan;
f.     pariwisata; atau
g.    kegiatan lainnya yang dalam pelaksanaan kegiatan pokoknya memerlukan fasilitas dermaga.
Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan sebagai satu kesatuan dalam penyelenggaraan pelabuhan. (pasal 135 PP 61/2009 dan pasal 36 PERMENHUB 51/2011)
2.     Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan dari:
a.   Menteri bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja  dan Daerah Lingkungan Kepentingan  pelabuhan utama dan pengumpul; 
b.  gubernur bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja  dan Daerah Lingkungan Kepentingan  pelabuhan pengumpan regional; dan
c.   bupati/walikota bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan  pelabuhan pengumpan lokal. 
Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, ditetapkan setelah memenuhi persyaratan:
a.   data perusahaan yang meliputi akte perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok; 
b.  bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan; 
c.   gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak dermaga untuk kepentingan sendiri; 
d.  bukti penguasaan tanah; 
e.   proposal terminal untuk kepentingan sendiri; 
f.   rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat; 
g.  berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan
h.   studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(pasal 136 PP 61/2009 dan pasal 37 PERMENHUB 51/2011)

Bukti kerjasama berupa perjanjian kerjasama yang paling sedikit memuat:
a.   kewajiban dan hak penyelenggara pelabuhan meliputi:
(1)   menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
(2)   menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
(3)   menjamin keamanan dan ketertiban di terminal untuk kepentingan sendiri;
(4)   menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di terminal untuk kepentingan sendiri;
(5)   menjamin kelancaran arus barang;
(6)   mengatur dan mengawasi penggunaan perairan;
(7)   mengawasi penggunaan daerah lingkungan kerja dan daerah kepentingan pelabuhan;
(8)   mengatur lalu lintas kapal keluar masuk terminal untuk kepentingan sendiri melalui pemanduan kapal; dan
(9)   pengenaan tarif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b.  kewajiban dan hak pengelola terminal untuk kepentingan sendiri meliputi:
(1)   menyediakan dermaga untuk bertambat;
(2)   menyediakan fasilitas naik turun penumpang dan/ atau kendaraan;
(3)   menyediakan alat bongkar muat barang;
(4)   mendapatkan jaminan kelancaran arus barang; dan
(5)   mendapatkan jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran.
(pasal 38 ayat 1 PERMENHUB 51/2011)

Bukti penguasaan tanah berupa bukti penguasaan atas tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. (pasal 38 ayat 2 PERMENHUB 51/2011)

Proposal terminal untuk kepentingan sendiri paling sedikit memuat:
a.   maksud dan tujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri;
b.  prediksi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan;
c.   prediksi jenis dan jumlah peralatan penunjang hasil produksi;
d.prediksi jenis dan jumlah hasil produksi;
e. prediksi jenis, ukuran, dan jumlah kapal/tongkang yang akan digunakan; dan
f. prediksi jangka waktu penggunaan terminal untuk kepentingan sendiri.
(pasal 38 ayat 3 PERMENHUB 51/2011)

Rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat memuat:
a.   dimensi kapal/tongkang yang digunakan sesuai dengan kondisi perairan dan fasilitas dermaga yang akan dibangun;
b.  kedalaman perairan yang dihitung dalam LWS;
c.   titik koordinat geografis lokasi terminal untuk kepentingan sendiri yang sekurang-kurangnya pada 3 (tiga) titik; dan
d.  kegiatan pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri tidak mengganggu kelancaran lalu lintas kapal dan operasional pelabuhan.
(pasal 38 ayat 4 PERMENHUB 51/2011)

3.     Untuk mendapatkan persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 
Persetujuan atau penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri diberikan oleh Menteri, gubenur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. 
Penolakan pemberian izin harus disertai alasan penolakan.
(pasal 137 PP 61/2009)

Berdasarkan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, Direktur Jenderal melakukan penelitian persyaratan permohonan persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dalam waktu paling lama 23 (dua puluh tiga) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.
Permohonan yang dikembalikan dapat diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah permohonan dilengkapi.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Direktur Jenderal, Menteri dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari memberikan persetujuan atau penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri,
(pasal 39 ayat 2-6 PERMENHUB 51/2011)

4.     Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib menyediakan ruangan dan sarana kerja yang memadai untuk kelancaran kegiatan pemerintahan. (pasal 138 PP 61/2009)

Pelaksana kegiatan di terminal untuk kepentingan sendiri terdiri dari operator dermaga dan Syahbandar. (pasal 40 ayat 1  PERMENHUB 51/2011)

5.     Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri dalam melaksanakan pengelolaan dermaga wajib: 
a.   bertanggung jawab sepenuhnya atas dampak yang ditimbulkan selama pembangunan dan pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri yang bersangkutan;
b.  melaporkan kegiatan operasional terminal untuk kepentingan sendiri kepada penyelenggara pelabuhan laut secara berkala; dan
c.   menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepelabuhanan, lalu lintas angkutan di perairan, keselamatan pelayaran, pengerukan dan reklamasi, serta pengelolaan lingkungan; dan
d.  menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya.
(pasal 142 PP 61/2009 dan pasal 44 PERMENHUB 51/2011 )
PEMBANGUNAN
1.   Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh  pengelola terminal khusus berdasarkan izin dari Menteri. (pasal 117 ayat 1 PP 61/2009)

Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh pengelola terminal khusus berdasarkan izin dari Direktur
Jenderal. (pasal 8 ayat 1 PERMENHUB 51/2011)

2.   Izin tersebut diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan persyaratan:
a.     administrasi;
b.    teknis kepelabuhanan;
c.     keselamatan dan keamanan pelayaran; dan
d.    kelestarian lingkungan
(pasal 117 ayat 2-6 PP 61/2009)

Untuk memperoleh izin pembangunan disertai dengan dokumen persyaratan:
a.   persyaratan administrasi, meliputi:
(1)   akta pendirian perusahaan;
(2)   izin usaha pokok dari instansi terkait;
(3)   Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
(4)   bukti penguasaan tanah;
(5)   bukti kemampuan finansial;
(6)   proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang; dan
(7)   rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Distrik Navigasi setempat mengenai perencanaan alur pelayaran dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
b.  persyaratan teknis, meliputi:
(1)   gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus;
(2)   tata letak dermaga;
(3)   perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;
(4)   hasil survei kondisi tanah;
(5)   hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur pelayaran dan kolam pelabuhan;
(6)   batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan tertentu; dan
(7)   kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Bukti penguasaan tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 4 berupa bukti penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Bukti kemampuan finansial sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 5 berupa ketersediaan anggaran untuk pembangunan fasilitas terminal khusus.
Rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 7 meliputi:
a.     rencana alur-pelayaran;
b.    kolam pelabuhan;
c.     rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
d.    rencana kunjungan kapal (jenis dan ukuran).
(pasal 8 ayat 2-5 PERMENHUB 51/2011)

3.   Berdasarkan permohonan izin tersebut,  Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan tersebut belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal khusus untuk melengkapi persyaratan. Permohonan yang dikembalikan, dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pembangunan terminal khusus. (pasal 118 PP 61/2009 dan pasal 9 PERMENHUB 51/2011)

Izin pembangunan memuat:
a.   data perusahaan;
b.  spesifikasi teknis dermaga/tambat;
c.   batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu;
d.  rencana induk terminal khusus; dan
e.   batas waktu penyelesaian pembangunan.
Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu digunakan untuk:
a.     lapangan penumpukan;
b.    tempat kegiatan bongkar muat;
c.     alur-pelayaran dan perlintasan kapal;
d.    olah gerak kapal;
e.     keperluan darurat; dan
f.     tempat labuh kapal.
Rencana induk terminal khusus paling sedikit memuat tata
letak fasilitas di sisi air dan di sisi darat.
(pasal 10 PERMENHUB 51/2011)

4.   Dalam melaksanakan pembangunan terminal khusus, pengelola terminal khusus wajib:
a.     melaksanakan pekerjaan pembangunan terminal khusus sesuai dengan jadwal yang ditetapkan; 
b.    bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan terminal khusus yang bersangkutan;
c.     melaksanakan pekerjaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan diterbitkan; 
d.    melaporkan kegiatan pembangunan terminal khusus secara berkala kepada penyelenggara pelabuhan terdekat; dan
e.     menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.
(pasal 119 PP 61/2009 dan pasal 11 PERMENHUB 51/2011)

PENGOPERASIAN

1.   Pengoperasian terminal khusus dilakukan setelah diperolehnya izin dari Menteri. (pasal 120 ayat 1 PP 61/2009 dan pasal 14 PERMENHUB 51/2011)

2.   Izin tersebut diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan persyaratan: (pasal 120 ayat 2 PP 61/2009)
a.     pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan;
b.    keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
c.     laporan pelaksanaan kajian lingkungan;
d.    memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan
e.     tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.

Permohonan izin pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal menggunakan format menurut contoh 7 pada Lampiran Peraturan ini, disertai persyaratan sebagai berikut:
a.   rekomendasi dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat yang sekurang-kurangnya memuat:
(1)   keterangan bahwa pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan oleh Direktur Jenderal dan siap untuk dioperasikan;
(2)   hasil pembangunan terminal khusus telah memenuhi aspek keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
(3)   pertimbangan dari Distrik Navigasi setempat mengenai kesiapan alur-pelayaran dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
b.  laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama masa pembangunan;
c.   memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan
d.  tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.
(pasal 14 ayat 2 PERMENHUB 51/2011)

3.     Berdasarkan permohonan izin tersebut,  Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan tersebut belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal khusus untuk melengkapi persyaratan. Permohonan yang dikembalikan, dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pembangunan terminal khusus. (pasal 121 PP 61/2009)

Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Direktur Jenderal melakukan penelitian persyaratan permohonan izin pengoperasian terminal khusus dalam waktu paling lama 23 (dua puluh tiga) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan dengan menggunakan format menurut contoh 8 pada Lampiran Peraturan ini.
Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah permohonan dilengkapi.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terpenuhi Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Direktur Jenderal, Menteri dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari menerbitkan izin pengoperasian terminal khusus.
(pasal 15 PERMENHUB 51/2011)

4.   Izin pengoperasian terminal khusus tersebut diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111. Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola terminal khusus kepada Menteri dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan. Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. (pasal 122 PP 61/2009)

Izin pengoperasian terminal khusus diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola terminal khusus kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan menggunakan format menurut contoh 10 pada Lampiran Peraturan ini, disertai dengan melampirkan dokumen persyaratan:
a.     rekomendasi dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat yang menerangkan terminal khusus yang bersangkutan dari aspek keselamatan dan keamanan pelayaran dan teknis kepelabuhanan masih layak digunakan untuk melayani usaha pokok; dan
b.    berita acara hasil peninjauan lapangan oleh tim teknis terpadu Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Sekretariat Jenderal.
Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis disertai alasan penolakan.
(pasal 16 PERMENHUB 51/2011)

5.   Pengelola terminal khusus yang telah mendapatkan izin pengoperasian wajib:
a.   bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian terminal khusus yang bersangkutan;
b.  melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada pemberi izin;
c.   menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian lingkungan; dan
d.  menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya
(pasal 123 PP 61/2009)
6.   Pengoperasian terminal khusus dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Pengoperasian terminal khusus dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Peningkatan pengoperasian terminal khusus dilakukan dengan ketentuan:   
a.   adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan  
b.  tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.
(pasal 125 PP 61/2009)
7.   Menteri dapat menetapkan peningkatan pelayanan operasional terminal khusus berdasarkan permohonan dari pengelola terminal khusus. Penetapan diberikan setelah memenuhi persyaratan: (pasal 126 PP 61/2009)
a.     kesiapan kondisi alur;
b.    kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan terminal khusus yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;
c.     kesiapan fasilitas terminal khusus;
d.    kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar terminal khusus; 
e.     kesiapan keamanan dan ketertiban;
f.     kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;
g.    kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;
h.     kesiapan sarana transportasi darat; dan
i.      rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat.

1.     Terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dioperasikan untuk kegiatan: 
a.   lalu lintas kapal atau naik turun penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi, dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri; dan
b.  pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan, dan sosial. 
Kegiatan huruf a harus dibuktikan dengan dokumen penumpang dan/atau
dokumen muatan barang. (pasal 139 PP 61/2009 dan pasal 41 PERMENHUB 51/2011)

PENGAKHIRAN IZIN

1.  Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan: (pasal 127 PP 61/2009)
a.     dapat diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;
b.    dikembalikan seperti keadaan semula;
c.     diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain; atau 
d.    dijadikan pelabuhan.
2.  Izin operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan apabila usaha pokoknya dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan izin operasi terminal khusus wajib dilaporkan kepada Menteri. Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi, pengelola terminal khusus paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya perubahan wajib mela aporkan kepada Menteri untuk dilakukan penyesuaian. (pasal 128 PP 61/2009)
3.  Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dapat
berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan: 
a.     sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b.    layak secara ekonomis dan teknis operasional;
c.     membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;
d.    mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;
e.     keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
f.     kelestarian lingkungan.
Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial, tanah
daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus dikuasai oleh negara dan diatur oleh Otoritas Pelabuhan.
Pemberian konsesi dan penyerahan, dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas Pelabuhan dan
pengelola terminal khusus. (pasal 129 PP 61/2009)
4.  Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (pasal 130 PP 61/2009)

5.     Izin pembangunan terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:
a.   tidak melaksanakan pekerjaan pembangunan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah izin pembangunan terminal khusus diberikan;
b.  tidak dapat menyelesaikan pembangunan terminal khusus dalam waktu yang telah ditetapkan dalam izin pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a;
c.   melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pencabutan izin pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin pembangunan terminal khusus tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut.
(pasal 12 PERMENHUB 51/2011)

Izin pembangunan terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan:
a.   melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau
b.  memperoleh izin pembangunan terminal khusus dengan cara tidak sah.
(pasal 13 PERMENHUB 51/2011)

6.  Izin pengoperasian terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:
a.   melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123; atau
b.  menggunakan terminal khusus untuk melayani kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1).
Pencabutan izin pengoperasian dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Apabila telah dilakukan peringatan, pemegang izin terminal khusus
tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut.
(pasal 131 PP 61/2009)

7.  Izin pengoperasian terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan: (pasal 132 PP 61/2009)
a.     melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau
b.    memperoleh izin pengoperasian terminal khusus dengan cara tidak sah
8.  Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Fungsi keselamatan di terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (pasal 133 PP 61/2009)

1.     Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut apabila pengelola:
a.   melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142;
b.  menggunakan terminal untuk kepentingan sendiri untuk melayani kepentingan umum tanpa konsesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (2).
Pencabutan persetujuan pengelolaan dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Apabila telah dilakukan peringatan, pengelola terminal untuk kepentingan sendiri tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut.
(pasal 143 PP 61/2009 dan pasal 45 PERMENHUB 51/2011)

12 comments:

  1. Nice info pak ando, terima kasih informasinya, sangat membantu

    ReplyDelete
  2. Pak Ando
    numpang tanya.. apakah yg membedakan antara TERSUS & TUKS hanya ditinjau dari Jauh dekat-nya dengan Lingkungan Pelabuhan saja ? Bagaimana kalau misalnya kita punya 2 (dua) dermaga sendiri, yg satu dekat dengan lingkungan pelabuhan (sekitar 12 Km) , yang satunya lagi (sekitar 135 Km) .. Apa bisa kedua Pelabuhan kami tsb kami masukan kedalam kelompok TUKS kedua-nya.
    Demikian pak, mohon infonya, Terimakasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cara sederhana membedakan tersus dan tuks adalah dengan melihat badan unit penyelenggara pelabuhannya. Jika di sebuah pelabuhan terdapat KSOP, maka yang dibangun adalah TUKS. Jika di sebuah pelabuhan umum terdekat terdapat KUPP di alur pelayarannya, maka yang dibangun adalah Tersus.

      Delete
  3. Apakah anda punya pormat contoh perpanjangan rekomendasi tersus yang dikeluarkan oleh Gubernur

    ReplyDelete
    Replies
    1. rekmonedasi tersus dari gubernur kepada menteri perbungan formatnya ada di PM 71 Tahun 2016

      Delete
  4. apakah galangan kapal harus memiliki ijin pengelolaan tuks pak ?

    ReplyDelete
  5. APABILA KITA MEMILIKI BUP BISA AMBIL ALIH YG TUKS IJINNYA SDH MATI DAN MENGGUNAKAN IJIN BUP UTK MENGELOLANYA?

    ReplyDelete
  6. apakah TUKS WAJIB dikelola oleh Penyelenggara Kepelabuhanan (BUP)

    TUKS milik BUMN (PLN)

    ReplyDelete
  7. Apakah perlu izin baru apabila peruntukan bongkar muatnya berubah, misalnya izin sebelumnya untuk woodchips kemudian diinginkan bahan baku lain misalnya palm kernel shell (cangkang sawit). Mohon jawabannya.

    Salam
    Mas Wahyu

    ReplyDelete
  8. apakah pihak lain dapat mengambil pemungutan biaya bongkar muat pada pelabuhan sendiri ???

    ReplyDelete
  9. Apakah PBM lain bisa melakukan kegiatan receiving/delivery, cargodoring dan stevedoring di terminal penimbunan sementara yang mana memiliki PBM sendiri? dengan alasan bahwa PBM lain tersebut ditunjuk oleh pihak perlayaran.

    ReplyDelete
  10. Mohon penjelasan yg mana Tuks katehori massif dan non massif, berikut contohnya. Tks

    ReplyDelete