PERATURAN
1. PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN [PP 61/2009]
2. PERATURAN
MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 51 TAHUN 2011 TENTANG TERMINAL KHUSUS DAN TERMINAL
UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI. [PERMENHUB
51/2011]
TABEL
Terminal Khusus |
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri |
1. Untuk
menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah
Lingkungan Kepentingan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau dapat
dibangun
terminal khusus untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha
pokoknya.
Terminal
khusus:
a. ditetapkan
menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;
b. wajib
memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu;
dan
c. ditempatkan
instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan
kebutuhan.
(pasal 110 PP 61/2009 dan pasal 2 PERMENHUB
51/2009)
Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu sebagaimana
dimaksud pada pasal 2 ayat (2) huruf b, digunakan untuk:
a. lapangan
penumpukan;
b. tempat
kegiatan bongkar muat;
c. alur-pelayaran
dan perlintasan kapal;
d. olah
gerak kapal;
e. keperluan
darurat; dan
f. tempat
labuh kapal
(pasal 2 ayat 3 PERMENHUB 51/2011)
2. Terminal
khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan
apabila:
a. pelabuhan terdekat tidak dapat menampung
kegiatan
pokok instansi pemerintah atau badan
usaha; dan
b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan
teknis
operasional akan lebih efektif dan
efisien serta lebih
menjamin keselamatan dan keamanan
pelayaran.
(pasal
111 PP 61/2009)
Terminal Khusus dapat juga digunakan
untuk menunjang usaha anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis
dan pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk keperluan badan
usaha yang bersangkutan.
Kegiatan usaha pokok antara lain:
a. pertambangan;
b. energi;
c. kehutanan;
d. pertanian;
e. perikanan;
f. industri;
g. pariwisata;
dan
h. dok
dan galangan kapal.
Selain kegiatan usaha pokok, terminal
khusus dapat dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan pemerintahan,
penelitian, pendidikan dan pelatihan serta sosial. (pasal 3 ayat 2-4 PERMENHUB 51/2011)
3. Lokasi
terminal khusus yang akan di bangun ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota. (pasal 112 PP 61/2009)
Lokasi
pembangunan terminal khusus ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat
rekomendasi dari gubernur dan bupati / walikota mengenai kesesuaian rencana
lokasi terminal khusus dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten / kota.
Penetapan
lokasi terminal khusus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sebagai
berikut:
a. kesesuaian
dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota;
b. berdasarkan
pertimbangan ekonomis dan teknis operasional yang lebih efektif dan efisien
serta lebih menjamin keselamatan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan
terminal khusus;
c. keselamatan
dan keamanan pelayaran;
d. pelabuhan
yang ada tidak dapat melayani jasa pelabuhan untuk kegiatan tertentu karena keterbatasan
kemampuan fasilitas yang tersedia; dan
e. pertahanan
dan keamanan negara.
(pasal 5 PERMENHEB 51/2011)
Untuk memperoleh
penetapan lokasi terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1),
pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan
menggunakan format menurut contoh 1 pada Lampiran Peraturan ini, disertai
dengan dokumen persyaratan sebagai berikut:
a.
salinan surat izin usaha pokok dan instansi terkait;
b.
letak lokasi yang diusulkan dilengkapi dengan koordinat
geografis yang digambarkan dalam peta laut;
c.
studi kelayakan yang paling sedikit memuat:
(1)
rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan
penunjang dan hasil produksi;
(2)
rencana frekuensi kunjungan kapal;
(3)
aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya
terminal khusus dan aspek lingkungan; dan
(4)
hasil survei yang meliputi hidrooceanografi (pasang
surut, gelombang, kedalaman dan arus), topografi, titik nol (benchmark)
lokasi pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis;
d.
rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan setempat berkoordinasi dengan Kantor Distrik Navigasi
setempat mengenai aspek keamanan dan keselamatan pelayaran yang meliputi
kondisi perairan berdasarkan hasil survei sebagaimana dimaksud pada huruf c
angka 4 setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kantor Distrik Navigasi
setempat; dan
e.
rekomendasi gubernur dan bupati/walikota setempat
mengenai kesesuaian rencana lokasi terminal khusus dengan rencana tata ruang
wilayah provinsi dan kabupaten/ kota.
Direktur Jenderal
melakukan penilaian dan menyampaikan hasil penilaian terhadap pemenuhan
persyaratan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Penetapan lokasi
atau penolakan diberikan oleh Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah permohonan diterima secara lengkap.
Penolakan
permohonan diberikan oleh Menteri secara tertulis disertai alasan penolakan.
(pasal 6 ayat 1-4 PERMENHUB 51/2011)
Pemegang keputusan
penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal keputusan penetapan lokasi
ditetapkan oleh Menteri, wajib memulai pekerjaan persiapan dan mengajukan
permohonan izin pembangunan terminal khusus.
(pasal 7 PERMENHUB 51/2011)
4. Pengelolaan
terminal khusus dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, atau badan usaha sebagai pengelola terminal khusus.
(pasal 113 PP 61/2009)
5. Terminal
khusus wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
tertentu yang digunakan untuk :
a.
lapangan penumpukan;
b. tempat
kegiatan bongkar muat;
c. alur-pelayaran
dan perlintasan kapal;
d. olah
gerak kapal;
e. keperluan
darurat; dan
f. tempat
labuh kapal.
(pasal 115 PP 61/2009)
|
1.
Untuk menunjang kegiatan tertentu di
dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan dapat
dibangun terminal untuk kepentingan sendiri.
Kegiatan tertentu
tersebut meliputi kegiatan di bidang:
a.
pertambangan;
b.
perindustrian;
c.
pertanian;
d.
perikanan;
e.
kehutanan;
f.
pariwisata; atau
g.
kegiatan lainnya yang dalam
pelaksanaan kegiatan pokoknya memerlukan fasilitas dermaga.
Pengelolaan
terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan sebagai satu kesatuan dalam
penyelenggaraan pelabuhan. (pasal 135
PP 61/2009 dan pasal 36 PERMENHUB 51/2011)
2.
Pengelolaan terminal untuk kepentingan
sendiri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan
dari:
a.
Menteri bagi terminal untuk
kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan utama dan pengumpul;
b.
gubernur bagi terminal untuk
kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan regional; dan
c.
bupati/walikota bagi terminal untuk
kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan
pelabuhan pengumpan lokal.
Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri,
ditetapkan setelah memenuhi persyaratan:
a.
data perusahaan yang meliputi akte
perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok;
b.
bukti kerjasama dengan penyelenggara
pelabuhan;
c.
gambar tata letak lokasi terminal
untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga,
dan koordinat geografis letak dermaga untuk kepentingan sendiri;
d.
bukti penguasaan tanah;
e.
proposal terminal untuk kepentingan
sendiri;
f.
rekomendasi dari Syahbandar pada
pelabuhan setempat;
g.
berita acara hasil peninjauan lokasi
oleh tim teknis terpadu; dan
h.
studi lingkungan yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(pasal 136 PP 61/2009 dan pasal 37
PERMENHUB 51/2011)
Bukti kerjasama
berupa perjanjian kerjasama yang paling sedikit memuat:
a.
kewajiban dan hak penyelenggara
pelabuhan meliputi:
(1)
menyediakan dan memelihara penahan
gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;
(2)
menyediakan dan memelihara Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran;
(3)
menjamin keamanan dan ketertiban di
terminal untuk kepentingan sendiri;
(4)
menjamin dan memelihara kelestarian
lingkungan di terminal untuk kepentingan sendiri;
(5)
menjamin kelancaran arus barang;
(6)
mengatur dan mengawasi penggunaan
perairan;
(7)
mengawasi penggunaan daerah lingkungan
kerja dan daerah kepentingan pelabuhan;
(8)
mengatur lalu lintas kapal keluar
masuk terminal untuk kepentingan sendiri melalui pemanduan kapal; dan
(9)
pengenaan tarif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
b.
kewajiban dan hak pengelola terminal
untuk kepentingan sendiri meliputi:
(1)
menyediakan dermaga untuk bertambat;
(2)
menyediakan fasilitas naik turun
penumpang dan/ atau kendaraan;
(3)
menyediakan alat bongkar muat barang;
(4)
mendapatkan jaminan kelancaran arus
barang; dan
(5)
mendapatkan jaminan keselamatan dan
keamanan pelayaran.
(pasal 38 ayat 1 PERMENHUB 51/2011)
Bukti penguasaan tanah berupa bukti penguasaan atas
tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional. (pasal 38 ayat 2 PERMENHUB 51/2011)
Proposal terminal
untuk kepentingan sendiri paling sedikit memuat:
a.
maksud dan tujuan pengelolaan terminal untuk
kepentingan sendiri;
b.
prediksi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan;
c.
prediksi jenis dan jumlah peralatan penunjang hasil
produksi;
d.prediksi jenis dan
jumlah hasil produksi;
e.
prediksi jenis, ukuran, dan jumlah kapal/tongkang yang
akan digunakan; dan
f.
prediksi jangka waktu penggunaan terminal untuk
kepentingan sendiri.
(pasal 38 ayat 3
PERMENHUB 51/2011)
Rekomendasi dari
Syahbandar pada pelabuhan setempat memuat:
a.
dimensi kapal/tongkang yang digunakan sesuai dengan
kondisi perairan dan fasilitas dermaga yang akan dibangun;
b.
kedalaman perairan yang dihitung dalam LWS;
c.
titik koordinat geografis lokasi terminal untuk
kepentingan sendiri yang sekurang-kurangnya pada 3 (tiga) titik; dan
d.
kegiatan pengoperasian terminal untuk kepentingan
sendiri tidak mengganggu kelancaran lalu lintas kapal dan operasional
pelabuhan.
(pasal 38 ayat 4
PERMENHUB 51/2011)
3.
Untuk mendapatkan persetujuan
pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, pemohon mengajukan permohonan
kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
Persetujuan atau
penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri diberikan
oleh Menteri, gubenur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterima permohonan secara lengkap.
Penolakan pemberian
izin harus disertai alasan penolakan.
(pasal 137 PP 61/2009)
Berdasarkan
permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, Direktur Jenderal
melakukan penelitian persyaratan permohonan persetujuan pengelolaan terminal
untuk kepentingan sendiri dalam waktu paling lama 23 (dua puluh tiga) hari
kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.
Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Direktur Jenderal
mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi
persyaratan.
Permohonan yang
dikembalikan dapat diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah
permohonan dilengkapi.
Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Direktur Jenderal
menyampaikan hasil penelitian kepada Menteri.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Direktur Jenderal, Menteri dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari memberikan persetujuan atau penolakan permohonan
pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri,
(pasal 39 ayat 2-6 PERMENHUB 51/2011)
4.
Pengelola terminal untuk kepentingan
sendiri wajib menyediakan ruangan dan sarana kerja yang memadai untuk
kelancaran kegiatan pemerintahan. (pasal
138 PP 61/2009)
Pelaksana kegiatan
di terminal untuk kepentingan sendiri terdiri dari operator dermaga dan
Syahbandar. (pasal 40 ayat 1 PERMENHUB 51/2011)
5.
Pengelola terminal untuk kepentingan
sendiri dalam melaksanakan pengelolaan dermaga wajib:
a.
bertanggung jawab sepenuhnya atas
dampak yang ditimbulkan selama pembangunan dan pengoperasian terminal untuk
kepentingan sendiri yang bersangkutan;
b.
melaporkan kegiatan operasional
terminal untuk kepentingan sendiri kepada penyelenggara pelabuhan laut secara
berkala; dan
c.
menaati ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepelabuhanan, lalu lintas angkutan di perairan,
keselamatan pelayaran, pengerukan dan reklamasi, serta pengelolaan
lingkungan; dan
d.
menaati ketentuan peraturan
perundang-undangan dari instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan
usaha pokoknya.
(pasal
142 PP 61/2009 dan pasal 44 PERMENHUB 51/2011 )
|
PEMBANGUNAN
|
|
1. Pembangunan
terminal khusus dilakukan oleh
pengelola terminal khusus berdasarkan izin dari Menteri. (pasal 117 ayat 1 PP 61/2009)
Pembangunan
terminal khusus dilakukan oleh pengelola terminal khusus berdasarkan izin
dari Direktur
Jenderal.
(pasal 8 ayat 1 PERMENHUB 51/2011)
2. Izin
tersebut diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan
persyaratan:
a. administrasi;
b. teknis
kepelabuhanan;
c. keselamatan
dan keamanan pelayaran; dan
d. kelestarian
lingkungan
(pasal 117 ayat 2-6 PP 61/2009)
Untuk
memperoleh izin pembangunan disertai dengan dokumen persyaratan:
a. persyaratan
administrasi, meliputi:
(1) akta
pendirian perusahaan;
(2) izin
usaha pokok dari instansi terkait;
(3) Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP);
(4) bukti
penguasaan tanah;
(5) bukti
kemampuan finansial;
(6) proposal
rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang; dan
(7) rekomendasi
dari Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat setelah
mendapat pertimbangan dari Kepala Distrik Navigasi setempat mengenai
perencanaan alur pelayaran dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
b.
persyaratan teknis, meliputi:
(1)
gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan
hasil survei mengenai pasang surut dan arus;
(2)
tata letak dermaga;
(3)
perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;
(4)
hasil survei kondisi tanah;
(5)
hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur
pelayaran dan kolam pelabuhan;
(6)
batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan
dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang
akan ditetapkan sebagai daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan tertentu; dan
(7)
kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Bukti penguasaan
tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 4 berupa bukti penguasaan tanah
yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
Bukti kemampuan
finansial sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 5 berupa ketersediaan
anggaran untuk pembangunan fasilitas terminal khusus.
Rekomendasi dari
Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 7 meliputi:
a.
rencana alur-pelayaran;
b.
kolam pelabuhan;
c.
rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; dan
d.
rencana kunjungan kapal (jenis dan ukuran).
(pasal 8 ayat 2-5 PERMENHUB 51/2011)
3. Berdasarkan
permohonan izin tersebut, Menteri
melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan
secara lengkap. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan tersebut
belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal
khusus untuk melengkapi persyaratan. Permohonan yang dikembalikan, dapat
diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Menteri menetapkan
izin pembangunan terminal khusus. (pasal
118 PP 61/2009 dan pasal 9 PERMENHUB 51/2011)
Izin pembangunan
memuat:
a.
data perusahaan;
b.
spesifikasi teknis dermaga/tambat;
c.
batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan
dilengkapi titik koordinat geografis sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu;
d.
rencana induk terminal khusus; dan
e.
batas waktu penyelesaian pembangunan.
Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu digunakan untuk:
a.
lapangan penumpukan;
b.
tempat kegiatan bongkar muat;
c.
alur-pelayaran dan perlintasan kapal;
d.
olah gerak kapal;
e.
keperluan darurat; dan
f.
tempat labuh kapal.
Rencana induk
terminal khusus paling sedikit memuat tata
letak
fasilitas di sisi air dan di sisi darat.
(pasal 10 PERMENHUB 51/2011)
4. Dalam
melaksanakan pembangunan terminal khusus, pengelola terminal khusus wajib:
a. melaksanakan
pekerjaan pembangunan terminal khusus sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan;
b. bertanggung
jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan terminal
khusus yang bersangkutan;
c. melaksanakan
pekerjaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan
diterbitkan;
d. melaporkan
kegiatan pembangunan terminal khusus secara berkala kepada penyelenggara
pelabuhan terdekat; dan
e. menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(pasal
119 PP 61/2009 dan pasal 11 PERMENHUB 51/2011)
|
|
PENGOPERASIAN
|
|
1. Pengoperasian
terminal khusus dilakukan setelah diperolehnya izin dari Menteri. (pasal 120 ayat 1 PP 61/2009 dan pasal 14
PERMENHUB 51/2011)
2. Izin
tersebut diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan
persyaratan: (pasal 120 ayat 2 PP 61/2009)
a. pembangunan
terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan;
b. keamanan,
ketertiban, dan keselamatan pelayaran;
c. laporan
pelaksanaan kajian lingkungan;
d. memiliki
sistem dan prosedur pelayanan; dan
e. tersedianya
sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.
Permohonan izin
pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal menggunakan format menurut contoh 7 pada
Lampiran Peraturan ini, disertai persyaratan sebagai berikut:
a.
rekomendasi dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara
Pelabuhan terdekat yang sekurang-kurangnya memuat:
(1) keterangan
bahwa pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin
pembangunan yang diberikan oleh Direktur Jenderal dan siap untuk
dioperasikan;
(2) hasil
pembangunan terminal khusus telah memenuhi aspek keamanan, ketertiban, dan keselamatan
pelayaran; dan
(3) pertimbangan
dari Distrik Navigasi setempat mengenai kesiapan alur-pelayaran dan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran.
b.
laporan pengelolaan dan pemantauan lingkungan selama
masa pembangunan;
c.
memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan
d.
tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis
pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang
dibuktikan dengan sertifikat.
(pasal 14 ayat 2
PERMENHUB 51/2011)
3. Berdasarkan
permohonan izin tersebut, Menteri
melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan
secara lengkap. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan tersebut
belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal
khusus untuk melengkapi persyaratan. Permohonan yang dikembalikan, dapat
diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi. Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Menteri menetapkan
izin pembangunan terminal khusus. (pasal
121 PP 61/2009)
Berdasarkan
permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) Direktur
Jenderal melakukan penelitian persyaratan permohonan izin pengoperasian
terminal khusus dalam waktu paling lama 23 (dua puluh tiga) hari kerja sejak
diterima permohonan secara lengkap.
Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum terpenuhi, Direktur Jenderal mengembalikan permohonan secara tertulis
kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan dengan menggunakan format menurut
contoh 8 pada Lampiran Peraturan ini.
Permohonan yang
dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada
Direktur Jenderal setelah permohonan dilengkapi.
Dalam hal
berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
telah terpenuhi Direktur Jenderal menyampaikan hasil penelitian kepada
Menteri.
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Direktur Jenderal, Menteri dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari menerbitkan izin pengoperasian terminal khusus.
(pasal 15 PERMENHUB 51/2011)
4. Izin
pengoperasian terminal khusus tersebut diberikan untuk jangka waktu 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang
selama
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111.
Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh
pengelola terminal khusus kepada Menteri dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan.
Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin
pengoperasian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap. (pasal
122 PP 61/2009)
Izin
pengoperasian terminal khusus diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1).
Permohonan
perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola
terminal khusus kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan menggunakan
format menurut contoh 10 pada Lampiran Peraturan ini, disertai dengan
melampirkan dokumen persyaratan:
a. rekomendasi
dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat yang menerangkan terminal
khusus yang bersangkutan dari aspek keselamatan dan keamanan pelayaran dan
teknis kepelabuhanan masih layak digunakan untuk melayani usaha pokok; dan
b. berita
acara hasil peninjauan lapangan oleh tim teknis terpadu Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dan Sekretariat Jenderal.
Menteri dapat
memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
permohonan diterima secara lengkap.
Penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis disertai
alasan penolakan.
(pasal 16 PERMENHUB 51/2011)
5. Pengelola
terminal khusus yang telah mendapatkan izin pengoperasian wajib:
a. bertanggung
jawab sepenuhnya atas pengoperasian terminal khusus yang bersangkutan;
b. melaporkan
kegiatan operasional setiap bulan kepada pemberi izin;
c. menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian
lingkungan; dan
d. menaati
ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang
berkaitan dengan usaha pokoknya
(pasal 123 PP
61/2009)
6. Pengoperasian
terminal khusus dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar
muat barang, dan naik turun penumpang. Pengoperasian terminal khusus dapat
ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu)
hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Peningkatan pengoperasian
terminal khusus dilakukan dengan ketentuan:
a. adanya
peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun
penumpang; dan
b. tersedianya
fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.
(pasal 125 PP
61/2009)
7. Menteri
dapat menetapkan peningkatan pelayanan operasional terminal khusus berdasarkan
permohonan dari pengelola terminal khusus. Penetapan diberikan setelah
memenuhi persyaratan: (pasal 126 PP 61/2009)
a. kesiapan
kondisi alur;
b. kesiapan
pelayanan pemanduan bagi perairan terminal khusus yang sudah ditetapkan
sebagai perairan wajib pandu;
c. kesiapan
fasilitas terminal khusus;
d. kesiapan
gudang dan/atau fasilitas lain di luar terminal khusus;
e. kesiapan
keamanan dan ketertiban;
f. kesiapan
sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;
g. kesiapan
tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;
h. kesiapan
sarana transportasi darat; dan
i. rekomendasi
dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat.
|
1.
Terminal untuk kepentingan sendiri
hanya dapat dioperasikan untuk kegiatan:
a.
lalu lintas kapal atau naik turun
penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi, dan
peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri; dan
b.
pemerintahan, penelitian, pendidikan
dan pelatihan, dan sosial.
Kegiatan huruf a
harus dibuktikan dengan dokumen penumpang dan/atau
dokumen muatan
barang. (pasal 139 PP 61/2009 dan pasal
41 PERMENHUB 51/2011)
|
PENGAKHIRAN
IZIN
|
|
1. Terminal
khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan:
(pasal 127 PP 61/2009)
a. dapat
diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah
kabupaten/kota;
b. dikembalikan
seperti keadaan semula;
c. diusulkan
untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok
yang lain; atau
d. dijadikan
pelabuhan.
2. Izin
operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan apabila usaha pokoknya
dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan izin operasi terminal khusus wajib dilaporkan
kepada Menteri. Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi, pengelola
terminal khusus paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya perubahan wajib
mela aporkan
kepada Menteri untuk dilakukan penyesuaian. (pasal 128 PP 61/2009)
3. Terminal
khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten/kota dapat
berubah
statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan:
a. sesuai
dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;
b. layak
secara ekonomis dan teknis operasional;
c. membentuk
atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;
d. mendapat
konsesi dari Otoritas Pelabuhan;
e. keamanan,
ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan
f. kelestarian
lingkungan.
Dalam
hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan yang diusahakan secara
komersial, tanah
daratan
dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan,
alur-pelayaran, dan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran
yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus dikuasai oleh
negara dan diatur oleh Otoritas Pelabuhan.
Pemberian
konsesi dan penyerahan, dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas
Pelabuhan dan
pengelola
terminal khusus. (pasal 129 PP 61/2009)
4. Terminal
khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah kabupaten/kota penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Unit
Penyelenggara Pelabuhan. (pasal 130 PP 61/2009)
5.
Izin pembangunan terminal khusus dapat dicabut apabila
pemegang izin:
a.
tidak melaksanakan pekerjaan pembangunan dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun setelah izin pembangunan terminal khusus diberikan;
b.
tidak dapat menyelesaikan pembangunan terminal khusus
dalam waktu yang telah ditetapkan dalam izin pembangunan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf a;
c.
melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11.
Pencabutan izin
pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses
peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Apabila telah
dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin
pembangunan terminal khusus tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan
yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut.
(pasal 12 PERMENHUB 51/2011)
Izin pembangunan
terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola
terminal khusus yang bersangkutan:
a.
melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara;
atau
b.
memperoleh izin pembangunan terminal khusus dengan cara
tidak sah.
(pasal 13 PERMENHUB 51/2011)
6. Izin
pengoperasian terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:
a. melanggar
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123; atau
b. menggunakan
terminal khusus untuk melayani kepentingan umum tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1).
Pencabutan
izin pengoperasian dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3
(tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu)
bulan.
Apabila
telah dilakukan peringatan, pemegang izin terminal khusus
tidak
melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin
pengoperasian terminal khusus dicabut.
(pasal
131 PP 61/2009)
7. Izin
pengoperasian terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan,
apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan: (pasal 132 PP 61/2009)
a. melakukan
kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau
b. memperoleh
izin pengoperasian terminal khusus dengan cara tidak sah
8. Pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh
Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Fungsi keselamatan di terminal khusus
dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. (pasal 133 PP 61/2009)
|
1.
Persetujuan pengelolaan terminal untuk
kepentingan sendiri dicabut apabila pengelola:
a.
melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142;
b.
menggunakan terminal untuk kepentingan
sendiri untuk melayani kepentingan umum tanpa konsesi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 140 ayat (2).
Pencabutan persetujuan
pengelolaan dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga)
kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Apabila telah dilakukan
peringatan, pengelola terminal untuk kepentingan sendiri tidak melakukan
usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, persetujuan pengelolaan
terminal untuk kepentingan sendiri dicabut.
(pasal 143 PP 61/2009 dan pasal 45
PERMENHUB 51/2011)
|
Nice info pak ando, terima kasih informasinya, sangat membantu
ReplyDeletePak Ando
ReplyDeletenumpang tanya.. apakah yg membedakan antara TERSUS & TUKS hanya ditinjau dari Jauh dekat-nya dengan Lingkungan Pelabuhan saja ? Bagaimana kalau misalnya kita punya 2 (dua) dermaga sendiri, yg satu dekat dengan lingkungan pelabuhan (sekitar 12 Km) , yang satunya lagi (sekitar 135 Km) .. Apa bisa kedua Pelabuhan kami tsb kami masukan kedalam kelompok TUKS kedua-nya.
Demikian pak, mohon infonya, Terimakasih.
Cara sederhana membedakan tersus dan tuks adalah dengan melihat badan unit penyelenggara pelabuhannya. Jika di sebuah pelabuhan terdapat KSOP, maka yang dibangun adalah TUKS. Jika di sebuah pelabuhan umum terdekat terdapat KUPP di alur pelayarannya, maka yang dibangun adalah Tersus.
DeleteApakah anda punya pormat contoh perpanjangan rekomendasi tersus yang dikeluarkan oleh Gubernur
ReplyDeleterekmonedasi tersus dari gubernur kepada menteri perbungan formatnya ada di PM 71 Tahun 2016
Deleteapakah galangan kapal harus memiliki ijin pengelolaan tuks pak ?
ReplyDeleteAPABILA KITA MEMILIKI BUP BISA AMBIL ALIH YG TUKS IJINNYA SDH MATI DAN MENGGUNAKAN IJIN BUP UTK MENGELOLANYA?
ReplyDeleteapakah TUKS WAJIB dikelola oleh Penyelenggara Kepelabuhanan (BUP)
ReplyDeleteTUKS milik BUMN (PLN)
Apakah perlu izin baru apabila peruntukan bongkar muatnya berubah, misalnya izin sebelumnya untuk woodchips kemudian diinginkan bahan baku lain misalnya palm kernel shell (cangkang sawit). Mohon jawabannya.
ReplyDeleteSalam
Mas Wahyu
apakah pihak lain dapat mengambil pemungutan biaya bongkar muat pada pelabuhan sendiri ???
ReplyDeleteApakah PBM lain bisa melakukan kegiatan receiving/delivery, cargodoring dan stevedoring di terminal penimbunan sementara yang mana memiliki PBM sendiri? dengan alasan bahwa PBM lain tersebut ditunjuk oleh pihak perlayaran.
ReplyDeleteMohon penjelasan yg mana Tuks katehori massif dan non massif, berikut contohnya. Tks
ReplyDelete